Self Acceptance: Apakah kamu mengakui kesalahan dan menerima dirimu?

Farhah Kamila
4 min readMay 14, 2020

--

Pic Sources: Tumbrl.com

Sebelum membahas mengenai Self Acceptance, mari kita kembali ke pembahasan sebelumnya mengenai Self Blame atau menyalahkan diri sendiri. Seperti yang sudah kita bahas, menyalahkan diri sendiri (self blame) berbeda dengan mengakui kesalahan (admiting failure). Menyalahkan diri sendiri berarti menganggap semua kesalahan disebabkan oleh diri kita, sedang mengakui kesalahan berarti menerima sebuah kesalahan, tanpa menganggap bahwa kita selalu salah. Kesalahan adalah hal wajar yang dialami oleh semua orang, tidak hanya kita. Justru mengakui kesalahan, adalah tanda bahwa kita tahu mana yang harus diperbaiki.

Mengakui kesalahan, jika dilakukan dalam konteks yang wajar dan dengan dibarengi perasaan bersungguh-sungguh bertanggung jawab atas kesalahan kita, akan menjadi emosi yang positif dan juga membangun.

Mengakui kesalahan jelas memiliki makna yang berbeda dengan menyalahkan diri sendiri. Dengan mengakui kesalahan berarti kita menerima kesalahan dan bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Sikap ini juga akan membawa kita menuju pribadi yang jujur, serta memperkuat moral kita.

Apa yang harus dilakukan agar kita dapat mengakui kesalahan yang kita perbuat?

Jawabannya adalah Self Acceptance atau penerimaan diri. Kenapa? Bukankah kita semua menerima diri kita sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari kita?

Penerimaan diri bukanlah keadaan otomatis atau standar. Banyak dari kita mengalami kesulitan untuk menerima diri kita apa adanya. Tidak terlalu sulit untuk menerima bagian diri kita yang baik, tetapi bagaimana dengan diri kita yang kurang baik? Kesalahan kita? Kekurangan kita? Apakah kita tidak seharusnya menerima kekurangan dan kesalahan kita?

Ini adalah bagian yang tersulit dari penerimaan diri, karena sebuah kesalahan kadang-kadang tidak bisa kita hindari, maka agar kita bisa memperbaiki, kita harus menerimanya terlebih dahulu.

Lalu, apasih sebenarnya penerimaan diri itu?

Persis seperti namanya, penerimaan diri adalah kondisi penerimaan penuh terhadap diri sendiri, positif ataupun negatif.

“Penerimaan diri yang sejati adalah mengakui siapa dirimu, tanpa syarat, kondisi, ataupun pengecualian” (Seltzer, 2008)

Dalam definisi diatas ditekankan pentingnya menerima semua segi diri. Tidak cukup hanya menerima yang baik, berharga, atau positif tentang diri kita, tapi juga harus mengakui bagian yang kurang diinginkan, negatif, dan jelek dari diri kita.

Menerima hal-hal negatif diri kita itu susah!

Iya, itu benar. Tidak ada yang mudah menerima sesuatu yang kita ingin ubah, apalagi berlawanan dengan kemampuan kita. Hanya dengan menerima diri sendiri, barulah kita dapat memulai perubahan diri yang bermakna.

Dengan kata lain, yang harus kita pertama kali lakukan adalah mengakui bahwa kita memiliki sifat dan kebiasaan yang tidak kita inginkan, sebelum kita dapat melakukan perubahan dalam diri.

Untuk melakukan perubahan dalam diri, tidak hanya penerimaan diri saja yang dibutuhkan, tetapi penerimaan diri tanpa syarat atau unconditional self acceptance.

Bagi kita relatif lebih mudah untuk menerima diri kita sendiri ketika kita baru saja melakukan sesuatu yang hebat — memulai pekerjaan baru, memenangkan kompetisi, atau jatuh cinta — tetapi menerima diri sendiri pada titik terendah kita dan dengan kesalahan dan kekurangan kita serta merasakan kelegaan atas hal itu adalah tanda nyata dari penerimaan diri tanpa syarat.

You accept that, as a fallible human being, you are less than perfect. You will often perform well, but you will also err at times… You always and unconditionally accept yourself without judgment” — Russell Grieger (2013)

Ketika kita mulai mempraktikkan penerimaan-diri tanpa syarat, kita dapat mulai mencintai diri sendiri, mengakui diri kita seutuhnya, dan berusaha untuk meningkatkan sifat-sifat dan kualitas-kualitas yang kurang diinginkan.

Apakah jika kita menerima diri kita apa adanya (unconditional self acceptance) berarti kita tidak perlu berubah menjadi individu yang lebih baik?

Harus jelas bahwa penerimaan diri tidak ada hubungannya dengan perbaikan diri. Ini bukan tentang “memperbaiki” apa pun dalam diri kita. Dengan penerimaan diri, kita hanya menegaskan siapa diri kita, dengan kekuatan dan kelemahan apa pun yang kita miliki.

Penerimaan diri berorientasi here and now, bukan berorientasi masa depan. Penerimaan diri berarti sudah baik-baik saja, tanpa kualifikasi atau kondisi apapun. Bukan berarti kita mengabaikan atau menyangkal kesalahan atau kelemahan kita, hanya karena kita melihatnya hal itu tidak sesuai dengan penerimaan dasar kita.

Menerima diri kita apa adanya saat ini bukan berarti kita tanpa motivasi untuk membuat perubahan atau peningkatan di masa depan. Hanya saja penerimaan diri ini sama sekali tidak berkaitan dengan perubahan seperti itu. Kita tidak harus benar-benar melakukan apa pun untuk mengamankan penerimaan diri kita: Kita hanya perlu mengubah cara kita memandang diri sendiri. Mengubah perilaku kita menjadi lebih baik adalah pilihan, dan tidak baik jika kita menjadikan penerimaan diri atas kelemahan kita sebagai alasan untuk tidak mau berubah menjadi lebih baik.

Skenarionya seperti ini;

Kondisi: Lisa tidak berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri favoritnya.

Perasaan: Lisa merasa kecewa dan sedih karena tidak berhasil lolos PTN favoritnya.

Penerimaan diri: Lisa sadar bahwa dirinya sudah berusaha maksimal, dan hasil yang menunjukkan bahwa dia tidak lolos bukanlah kesalahannya. Banyak faktor yang membuat dirinya tidak lolos, dan itu bukan sepenuhnya kesalahannya.

Perbaikan diri: Dengan hasil yang ada, bahwa dia tidak lolos PTN membuat Lisa terdorong untuk belajar dan berusaha lebih keras. Bukan karena dirinya salah, tetapi karna dirinya ingin berusaha mempersiapkan diri lebih baik untuk ujian selanjutnya.

Atau seperti ini;

Kondisi: Jenny menderita kelebihan berat badan/ obesitas.

Penerimaan diri: Jenny menerima bahwa dirinya memang terlahir untuk mudah bertambah berat badan, dan Jenny tidak merasa malu atas tubuhnya.

Perbaikan diri: Jenny mulai memperbaiki pola makan dan rajin berolahraga. Bukan karena rasa malu atas dirinya, tetapi karena ingin menjadi individu yang lebih sehat. Jenny mengetahui bahwa kelebihan berat badan akan membawa banyak penyakit.

Dapat dipahami?

Kesimpulannya adalah saat kita sudah bisa menerima diri kita apa adanya, maka pola berfikir kita akan menjadi lebih postif. Saat itulah perbaikan diri dapat mulai dilakukan.

Apakah ada cara untuk berlatih menerima diri? Apa manfaat untuk kita jika sudah menerima diri apa adanya? Akan kita bahas ditulisan selanjutnya.

References:

Johnson, David W. (2009). Reaching Out Interpersonal Effectiveness and SelfActualization. New Jersey: Pearson

Shepard, Lorrie A. (1978). Self-Acceptance: The Evaluative Component of the Self-Concept Construct. American Educational Research Journal. 16 (2): 139–160. doi:10.2307/1162326. JSTOR 1162326.

Michael E. Bernard (2014). The Strength of Self-Acceptance: Theory, Practice and Research. Springer Science & Business Media. p. 15. ISBN 978–1–4614–6806–6.

--

--

Farhah Kamila
Farhah Kamila

Written by Farhah Kamila

Sedang belajar menjadi manusia yang lebih baik

No responses yet