Penyesalan: Sebuah kesalahan atau pembelajaran?

Farhah Kamila
3 min readDec 1, 2020

--

pinterest.com

“Seharusnya aku belajar lebih giat kemarin”

“Aku nggak akan kaya gini sekarang kalau aja dulu aku nggak sama dia”

“Hidupku pasti lebih baik, kalau aja aku nggak melakukan itu”

Penyesalan pasti selalu ada, dan dirasakan oleh semua orang. Penyesalan yang selalu dikatakan datang terlambat, yang selalu dijadikan bercandaan seperti, kalau terjadi diawal disebut pendaftaran bukan penyesalan-sebuah bercandaan yang getir menurutku.

Benarkah penyesalan adalah perasaan yang tidak perlu? Haruskah kita hanya hidup untuk hari ini, tanpa melihat kebelakang sama sekali? Atau bisakah kita menjadikan penyesalan dan masa lalu sebagai pembelajaran?

Buatku, penyesalan adalah perasaan yang sangat rumit. Ketika kita menyesal bukan hanya emosi saja yang bergejolak, tapi kognitif kita juga bekerja lebih keras. Penyesalan menjadi sebuah emosi negatif ketika kita menyalahkan diri atas apa yang terjadi, mengutuk kesalahan yang kita perbuat karena tidak berhati-hati, dan berharap waktu bisa terulang kembali.

Ketika kita menyesal yang kita lihat adalah bagaimana peluang yang kita miliki menghilang, kesalahan dalam pengambilan keputusan, atau kesalahan berperilaku sehingga menimbulkan kerugian pada diri. Bagi kita anak muda, penyesalan yang terjadi bisa saja menjadi pengalaman negatif yang menyakitkan, namun juga bisa menjadi emosi yang membantu.

Kenapa bisa membantu? Bukankah yang namanya penyesalan pasti tidak dapat diubah? Memang tidak dapat diubah, tapi kita bisa memperbaikinya atau mengingatnya sebagai suatu pembelajaran. Mudahnya seperti ini, ketika menyesal kita biasanya akan mengingat kembali apa yang terjadi pada saat itu dan memikirkan jalan baru atau penyelesaian masalah baru untuk itu. Tapi, hal ini tidak berlaku ketika peluang kita kecil untuk memperbaiki atau belajar dari penyesalan ini.

Lalu apa yang terjadi?

Ketika kita memiliki sedikit peluang untuk memperbaiki penyesalan kita, yang terbuka adalah gerbang ruminasi (ruminasi adalah perenungan suatu peristiwa secara terus menerus) dan dapat memicu terjadinya stres kronis, yang tentunya berbahanya dan merusak pikiran dan tubuh kita.

Apa yang terjadi jika kita mengalami stres kronis karena penyesalan?

Tentu saja kesejahteraan diri kita akan terganggu. Pola yang terjadi adalah ketika kita menyesal atas peristiwa yang sudah terjadi, kemudian kita merenungkan peristiwa tersebut berulang kali hingga menimbulkan pikiran menyalahkan diri sendiri, dan berujung kepada gejala-gejala depresif. Penyesalan dapat menghalangi kemampuan untuk pulih dari peristiwa yang penuh dengan tekanan dan dapat bertahan selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidup.

Jika membahas dari sisi neurosains, sebenarnya penyesalan terbentuk dari pemikiran kontrafaktual.

Apa itu pemikiran kontrafaktual?

Sederhananya adalah, semakin mudah kita membayangkan hasil yang berbeda, semakin besar kemungkinan kita menyesali kesempatan yang hilang. Nah, jadi kesimpulannya adalah ketika kita menyesal kita seringkali membayangkan peluang-peluang lain yang lebih baik yang bisa saja terjadi. Itulah kemudian yang membuat kita merasa menyesal.

Jadi, apa yang bisa dilakukan ketika kita menyesal?

1. Lihatlah dari sudut pandang keberfungsian.

Sama seperti emosi lainnya, penyesalan juga memiliki fungsi untuk bertahan hidup. Ketika kita menyesal, otak kita memberi tahu untuk melihat lagi pilihan kita — menjadi sebuah sinyal bahwa tindakan kita mungkin mengarah pada konsekuensi yang negatif. Kalian tau kenapa para pecandu bisa sembuh? Karena mereka menyesali perbuatannya.

2. Jika tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mengubah situasi, biarkanlah terjadi.

Jika kita menyalahkan diri sendiri dan menyesali tindakan masa lalu, seperti kataku tadi, ini bisa memicu stres kronis dan berujung pada depresi. Temukan cara untuk memaafkan diri sendiri dan melepaskannya.

3. Pastikan kita tidak terlalu banyak menyalahkan diri.

Pertimbangkan keadaan dimana kita mungkin kesulitan untuk membuat pilihan yang baik, atau fakta bahwa kita memiliki pengetahuan terbatas tentang peristiwa tersebut. Mungkin kita harus membuat keputusan cepat di bawah tekanan waktu, atau jika tidak kita akan mengalami banyak tekanan.

4. Ubahlah situasi menjadi lebih positif.

Pikirkan hidup ini adalah sebuah perjalanan. Semua orang membuat kesalahan. Hal ini bisa menjadi peluang untuk kita menjadikan peristiwa yang muncul sebagai pelajaran penting tentang diri kita — termasuk nilai, kerentanan, dan hal-hal yang memicu stres — serta tentang bagimana kita melihat orang lain. Kita juga bisa menggunakan penyesalan masa lalu untuk memutuskan bagaimana cara merawat dan menjaga diri dengan lebih baik di masa depan.

Menggambarkan penyesalan menjadi sebuah kesalahan atau menjadi pembelajaran adalah keputusanmu.

Apakah kamu ingin penyesalan menghambat dirimu dan membuatmu berputar-putar pada permasalahan yang sama tanpa adanya penyelesaian? Ataukah kamu ingin menjadikan penyesalanmu sebagai pembelajaran yang bisa membantumu membangun dirimu dan masa depanmu menjadi lebih baik? Semua ada padamu, choose wisely!

Reference: Roese, N. J. and Summerville, A. (2005). Why we regret most and why. Personality and Social Psychology Bulletin, 31(9): 1273–1285.

--

--

Farhah Kamila
Farhah Kamila

Written by Farhah Kamila

Sedang belajar menjadi manusia yang lebih baik

No responses yet